Showing posts with label mikir dan merasa. Show all posts
Showing posts with label mikir dan merasa. Show all posts

Monday, May 05, 2014

Mengajar di SMA Favorit vs Mengajar di SMA (Sangat Tidak) Favorit

Dapat percakapan menarik hari ini tentang yang tersebut di judul post ini.
Saya bertanya ke guru yang sudah pernah mengalami mengajar di sma paling favorit ke sma yang biasa-saja-cenderung-bermutu-rendah.
Kebetulan saya dan beliau sekarang mengajar di sma yang sama, yang tidak favorit ini.
Ini rangkuman pembicaraan kami (yang terputus karena saya harus mengajar).

Sisi Negatif
 Ilmu sang guru mati jika mengajar di sma non favorit. Tidak perlu belajar lagi. Toh, para siswa tidak peduli untuk memperoleh ilmu. Guru tidak tertantang ataupun terpaksa belajar. Bye bye mengajar dengan media. Apalagi baca jurnal. Secara keilmuan, sedih deh... Pengembangan diri terhenti. Kasarnya, lama-lama jadi bodoh.

Sisi Positif
Nah, this one is really interesting. Sebenarnya, i heard it before. Bahwa kalau di sma non favorit, kedisiplinannya penegakan disiplinnya sangat kurang. Tidak perlu terbirit-birit di pagi hari agar tidak terlambat datang. Tidak ketat soal disiplin mengajar. Yang menarik adalah.... bahwa hal ini secara tidak langsung (atau langsung?) berkorelasi dengan penambahan anggota keluarga sang guru. he he. bingung?
Ada 3 guru di sma ini yang punya pengalaman mengajar di sma favorit dan non favorit dan guess what? Ketiga-tiganya hamil lagi setelah mengajar di sma ini. Mereka tidak lagi muda, lho.. hampir 40 dan ada yang hampir 50. Interesting, kan?
Sangat dong... terutama bagi saya yang masih dalam fase reproduksi dalam pernikahan saya (alias umur pernikahan masih muda, he he he).
Harus digarisbawahi tapi, ketidakdisiplinan bukanlah hal positif tentu saja. Yang saya anggap positif disini, positif bagi ibu-ibu guru yang hamil dan beranak kecil. Yang rawan terlambat. ha ha (Ibu saya yang supermom pasti protes, nih)

Ujung-ujungnya, saya pilih yang mana?
If I could choose, maunya di tempat dimana saya akan terus mengembangkan diri dong. Pengembangan diri jalan, fase reproduksi juga jalan. :)



Saturday, August 11, 2012

Nasehat Nabi Luqman

Nabi Luqman memberikan beberapa nasehat kepada anaknya (surat Lukman ayat 16-19 ) dan ada satu nasehat yang membuat saya bergumam dalam hati, "Hmmmm.. Interesting..Why so? Supaya tidak menarik perhatian kah?"

Nasehat yang saya maksud adalah nasehat ke- 5 dari yang berikut ini:
1. Laksanakanlah shalat
2. Suruhlah manusia berbuat yang ma'ruf dan cegahlah dari yang mungkar
3. Bersabarlah terhadap apa yang menimpamu
4. Janganlah sombong dan angkuh
5. Sederhanakanlah dalam berjalan (Penjelasan di catatan kaki: jangan terlalu cepat dan terlalu lambat)
6. lunakkanlah suaramu

Kalau iya supaya tidak menarik perhatian, sepertinya tergantung pada lokasi dimana kita berada juga. Kecepatan berjalan penduduk bumi di berbagai negara, kan, berbeda. Jadi definisi terlalu cepat dan terlalu lambat juga menjadi hal yang relatif.
:)

Friday, July 15, 2011

Dealing with Unrequited Crush :drafted

It is 2015 and i am reviewing my posts, deleting the unclear and too personal rants. Then i found this old post  in draft and i thought i want to cherish this post. This determination. So here it is. oh, Fyi, i totally got over him.



Again, this is another diary entry. I wrote this so that one day I can reread and smile remembering my feelings at this moment. If Blogger doesn't ever suddenly delete this blog, that is. :)
----
Sad but yeah, recently I just have experienced having my first serious unrequited crush. Why serious? This time the feeling developed within my three weeks of being in the same space with him was quite deep and i've been having a hard time to get over it.

I even considered confessing to him so that I would get an outright rejection. Surely direct rejection will make me get over him, I thought.
One friend gave green light to this idea. Another friend not so much, because girls don't confess, you know. Boys do that, not girls. Some boys hate aggressive girls. When i explained that the purpose is as above, i.e. to get over him, she said reluctantly i could try. He he
Truth is, although i believe there is nothing wrong with girls confessing, I did not have enough courage to do it. Ha! I could not muster the strength to face a rejection. :D
Boys are much much better at coping with rejection than girls, I assume. That's why they're the ones who mostly do the confessing. He he.

Finally, after some three weeks from the last meeting with him, I posted this on my FB:
'will forget him tomorrow. I'm 90% over my unrequited crush so i think tomorrow my heart will be free.'
Or something like that. I don't really remember anymore the exact words and the post was deleted on the said tomorrow after serving its purpose.

I posted it to seal my promise to my self. If I tell people, i won't back down from the plan.

It worked. I am over him 99,9% now.
I'll just let the 0,1 % of the crush die through time. Time heals all wounds, right?
And he, my crush, had never shown any interest in me at all. No secretly-staring-at-me. No effort to talk to me. So my crush is a lost cause and I'm not that stubborn to hang on to a lost cause. :D
It'll die in no time. ;)

Sunday, January 02, 2011

Wishing for a (at least once) Happy Severus Snape

[Warning: if you haven’t read the 7th Harry Potter book and/or plan to watch the next/last movie, then avoid reading this because it contains a spoiler)

I’m on holiday and have been re-reading random parts of Harry Potter: The Deathly Hallow, for the n-th time. Yet, when I reach the part where Severus Snape died, I still screamed silently, “Nooooo! No!”. (heavy heart and teary eyes)

The thought that Snape had been always miserable in his life really makes me sad. He lacked care and attention in his family in his childhood. His love was one-sided. He lost his only friend (Lily, although it was mostly his own fault). Everyone but Dumbledore hated him and thought bad of him. He died sadly and tragicly. How can one be unhappy all one’s life? It’s not fair.

Yes, he had been evil (a death eater) before he taught in Hogwarts. But he repented, even if the reason was purely selfish. Yes, it was his own request that his protecting Harry Potter was to be kept as a secret. Nevertheless, I want him to at least have a happy moment in his life. You could not kill Snape, Ms. Rowling. Not when he never tasted any happiness in his life! And he was even no longer evil. :(

I know that Snape’s death is a plot device and that his name was in the end cleared and Harry Potter named his son after Snape. It means that every one finally knew that he was actually, let say, a brave hero. Still, it really bothers me that there is a person who was unhappy all his life. I want Snape to not die, and live in the world where people don’t hate him and start having peace.

Sigh, I don’t think I will ever stop feeling sad everytime I re-read about Snape’s end. Speaking of happiness, I end my first rant this year by wishing my self and you all a HAPPY, blessed and successful 2011.

Sunday, November 21, 2010

Dari 'Alim kembali Jahil

Bisa tidak, seseorang yang ‘alim menjadi kembali jahil? Alim dan jahil yang saya maksud disini bukanlah dalam artian berpengetahuan dalam Islam dan sebaliknya. Namun lebih ke makna alim = berilmu dan jahil = tidak berilmu/ignorant, meskipun dalam konteks makna keduanya, jawaban pertanyaan di atas tetaplah iya.

Kalau seorang yang alim berada di lingkungan yang jahil, si alim perlu sistem pendukung yang bisa konsisten menjaga, menumbuhkan, dan membagi kealimannya. Facilities. Fasilitas yang bisa dipakai untuk menggerakkan perubahan. Partners in crime. Rekan2 sevisi yang bersama-sama merencanakan dan menjalankan misi perubahan. Cheerleaders. Para penyemangat yang mendengarkan resah dan menjaga nyala api semangat agar tidak padam. And faith. Alasan yang membuat si alim percaya suatu perubahan diperlukan dan dapat terwujudkan.

Jika salah satu komponen hilang, keletihan cepat atau lambat akan mendera. Kita mungkin berpikir bahwa tanpa yang pertama, fasilitas, it’ll be just fine. We’re the idealist. We’ll create the facilities! Kemudian para idealis ini pun berjuang mendapatkan fasilitas yang diperlukan. Akankah berhasil? I don’t know. Tergantung banyak hal. Satu hal yang saya yakin, tidak jarang para idealis ini akan menemui dinding tinggi atau tersandung lalu terjatuh.

Kalau si alim tidak memiliki partners in crime.... Ugh, is this the worst scenario? Bergerak sendirian bukan hanya tidak efektif, tapi juga sangat melelahkan. Kalau tanpa fasilitas, kita seperti grup yang mencoba membuat jalan di hutan, maka tanpa partners in crime kita seperti seorang yang berlari di jalan yang sepi, buruk dan terjal. Lebih cepat melelahkan. Si alim di kasus ini harus menjadi pionir. I wonder, can EVERY one be a pioneer? Can’t one just tell his/herself “Oh, I can’t do this alone. I’ll just come back later when there is someone open-minded here”?

Oke, saya mau berhenti sekarang. Tidak usahlah kita bahas kalau cheerleaders dan atau faith yang hilang. Garis besarnya, kalau tidak mempunyai sistem pendukung, si alim bisa kembali menjadi jahil. Menyerah dan mengikuti arus. Yang berhasil menjaga kealimannya adalah pertama, mereka yang berjiwa idealis dan seorang pionir. Para alim yang juga berjiwa pemimpin dan atau nabi yang piawai mempengaruhi. Atau............kedua, mereka yang keluar dan berlari ke lingkungan lain. Those who simply fly to a better land.

Thursday, February 18, 2010

Bahagia yang tak jelas alasannya, dan sebaliknya

You know, baru beberapa tahun belakangan ini saya sadar bahwa ada hal yang disebut Sindrom Pra Menstruasi.
Pernah suatu masa saya menangis tersedu-sedu (:P) karena frustasi dengan ulah murid di sekolah yang (ha ha ha, gak bener lah) tidak bisa-bisa juga mengerti matematika. Eh, besok atau lusanya saya dapat menstruasi.

Dua hari yang lalu dan kemaren, dalam perjalanan bersepeda ke kampus, saya tersadar, saya kok, riang sekali menggenjot sepeda hari ini? Lantas saya berkontemplasi, mencari apa yang menyebabkan perasaan bahagia ini.
Hmmmm..
Kecepatan menulis tesis saya masihlah kecepatan bayi merangkak dengan percepatan nol. Weits..

Uang untuk keliling Eropa juga belum terkumpul.
He he..

Eh, malam tadi saya dapat menstruasi.

Jadi, mungkin benar, keberadaan SPM ini (Inggrisnya PMS) lebih kurang nyata. Akibatnya, kalau saya merasa saya tanpa alasan yang jelas terlalu sensitif, misalnya mudah sekali sedih, atau mudah sekali bahagia, saya ngecek tanggal. Menjelang jadwal menstruasi kah?
Kalau iya, try to stop being overly sensitive. Istighfar, nduuukk..
Dengan demikian, sadar akan keberadaan SPM ada juga gunanya.

P.S. Gejala SPM saya lebih ke mudah marah, mudah sedih, dan ternyata juga mudah bahagia. Kalau berdasarkan artikel PMS wikipedia bahasa Inggris, gejala fisik akibat SPM bisa juga muncul, misalnya insomnia dan lelah.

Sunday, August 02, 2009

Teori Relativitas pada Hubungan antar Manusia

Ada banyak hal di dunia ini dimana relativitas berlaku.
Saya rasa salah satunya adalah hubungan antar manusia.

Pertama, hubungan pertemanan.
Si A yang berteman dekat dengan si B atau C, akan memasang kacamata relativitas untuk memandang temannya si B atau C.
Betapapun jahatnya atau buruknya si B atau C, kacamata relativitas tadi akan menjadikan hal tersebut tak terlihat di mata A.
Walaupun B atau C berlaku jahat atau bergosip terhadap teman lain (yang tidak termasuk teman dekat), sebutlah D, kacamata relativitas tadi juga akan mendorong si A untuk memihak B atau C.
B atau C bisa dibilang sempurna di mata A.

Kedua, hubungan cinta.
Well, walaupun saya belum punya bukti empiris pribadi, he he ;), kurasa kalimat : "Kalau jatuh cinta, tahi sapi serasa coklat" ada benarnya.
Cinta akan memasang kacamata relativitas di muka "korban"nya. (ha ha, kok korban ya? Awardee, deh ;))

Ketiga, hubungan benci.
Ketika seseorang dilukai orang lain, pun rasa sakit dan luka itu akan memasangkan kacamata relativitas di muka orang tersebut.
Dia menjadi mampu untuk mencari sejuta hal yang menunjukkan keburukan orang yang melukainya.
Padahal, semasa hubungan mereka baik-baik saja, misalnya (terlepas dari apakah mereka pernah berteman), aku yakin hampir semua dari sejuta hal tersebut sama sekali tidak nampak buruk.
Kacamata relativitas membuat dia buta (atau paling tidak mentolerir) hal tersebut, tapi di situasi berbeda, menonjolkan semua hal tersebut.

---------------------------------

Saya sedang kecewa berat sekarang terhadap seseorang, yang saya anggap teman.
Jadi contoh ketiga sedang berlaku pada saya.
Saya menulis teori relativitas di hubungan antar manusia ini, karena saya tidak mau membiarkan luka dan kecewa saya memasangkan kacamata relativitas itu di muka saya.
Na-a, no way.
Sempat terpasang, tapi saya bisa berkata sekarang, saya berhasil melepaskannya.
Sekarang, Alhamdulillah.

I won't be a horrible person just because someone did horrible things to me.
Forgiving for me always take time, but eventually I'll do that.

Thursday, July 16, 2009

What a pleasant visit!

My visit today that was intended to be short turned out to be a more-than-one-hour conversation.
I went to see the room that is offered to me from the university and met a muslim sister there.
She is from Pakistan and was so nice!

I really enjoyed the conversation. We talked about how muslims are in Pakistan (and of course in Indonesia) and how it is like with being and showing one's identity as a muslim here.

I learned some lessons today.
- Tidak sedikit muslim disini menyembunyikan identitas muslim mereka. Mereka tidak pernah menyatakan bahwa mereka muslim dan berlaku seolah bukan muslim, misalnya minum alkohol, makan babi (dua hal yang mayoritas orang sini tahu tidak akan dilakukan oleh muslim).
- Tidak bersalaman dengan lawan jenis sudah menjadi budaya (bukan hanya perintah agama) di Pakistan. Bersalaman dg lawan jenis merupakan issue besar disana, mungkin lebih besar daripada memakai rok mini di depan umum. Kalo kamu bersalaman dg lawan jenis, kamu akan dibicarakan orang-orang. Di Indonesia kebalikannya, kan? Kita (menurutku) masih ragu dan enggan untuk berkata atau berisyarat bahwa kita tidak mau bersalaman dg lawan jenis dan kita akan dibicarakan orang kalo kita tidak mau bersalaman dg lawan jenis.
- Knowing Qur'an by heart. It's enough with just my telling you that I feel ashamed of myself. Hapalanku yang hilang... Duh.., astaghfirullah..
- In Pakistan, wearing hijab is not a must in ALL areas. I thought it is a must there so I am wrong. I confused Pakistan with Afghanistan.

In summary, her talk has reminded me to keep learning Islam.

She praised me for wearing hijab here but I felt ashamed of myself because even though she does not wear hijab yet (May Allah give her the blessing and strength and courage to be able to wear it soon) I think she is more practicing than I am.
She has re-raised my spirit to learn to be a good practicing muslim.

Alhamdulillah...
for this meeting with a muslim sister.
Alhamdulilllah...
for this reminder for me that to be a good muslim is a constant and conscious effort.
Alhamdulillah...
for burning the flame of the spirit of learning Islam and the spirit of being a good moslem.
Alhamdulillah..
for this simple happiness.

I biked home smiling. :D

Thursday, May 21, 2009

Drama seri TV Jepang

Barusan saya nonton bagian terakhir dari episode 1 drama seri Jepang Atashinchi-no-danshi.
Walaupun saya cuma nonton sekeping bagian dari episode pertama, dari deskripsi drama seri tersebut , saya bisa dapat gambaran temanya. Yang menarik buat saya adalah apakah drama seri ini tipikal jepang?
Semua tokoh (sepertinya akan, krn sy belum nonton) digambarkan punya ke"ekstrim"an yg unik dan kemudian akan dibahas satu persatu per episode. Monologue2 dgn kata2 yg, let say "inspirational" akan terlontar, terutama menjelang akhir episode.

Jadi ingat Gokusen, drama seri yg direkomendasikan adik sy, krn temanya ttg guru.
Di Gokusen, tokoh utamanya guru (matematika,lho! :D) yg mengajar di sebuah SMA dg reputasi jelek. Si guru diberikan tugas menjadi wali kelas yg murid2nya masing2 memiliki ke"ekstrim"an yg unik.
Ke"ekstrim"an ini kemudian akan dibahas satu persatu per episode. Monologue2 dgn kata2 yg, let say "inspirational" akan terlontar, terutama menjelang akhir episode.

Lho, saya mengulangi kalimat2 sy sebelumnya ya? :D
Sengaja, karena saya ingin tau, deskripsi sy ttg drama Jepang diatas betul-kah?

What do you think?

P.S.
Saya khatam Gokusen. Kalau dibilang suka, hmm, suka-lah, cuma, seperti komentar saya ke adik saya, things are exaggerated there. Berlebihan. Dibesar-besarkan. Jadi bagi saya tidak membumi. (Dan tidak ada bukti meyakinkan kalo si guru adalah guru matematika. He he he:P)
Pun, Gokusen 2 tidak berhasil menarik minat saya. :D

Friday, May 15, 2009

What makes a good person?

Apa sih kriteria untuk melabeli seseorang "orang yg baik" atau "orang yg buruk/tidak baik"? Apakah kalau tidak pernah menyakiti perasaan orang lain?

Penekanannya disini ada di frase "tidak pernah".
Apakah kalau orang yg setiap salah kemudian menyesal tidak bisa dilabeli dg "a good person"?
Apakah kalau orang yang melontarkan kalimat2 yg ternyata menyakiti orang lain kemudian meminta maaf tidak bisa dilabeli dg "a good person"?

Mungkin "tidak pernah" terlalu ekstrim, karena mungkin ada orang yg kontrol dirinya cukup bagus sehingga tidak penah menyakiti perasaan orang lain. Jadi bagaimana kalau pertanyaannya diganti.
Apakah kalau now and then (kadang-kadang) seseorang melontarkan kalimat yg menyinggung tapi selalu kemudian merasa bersalah dan meminta maaf dilabeli "orang yg tidak baik"? Tidak layak dianggap "orang yang baik"?

Tuesday, May 05, 2009

If Only

Doing my assignment, I came to reading the historical 'battle' of Newton and Leibniz.

Several thoughts came into my mind.
1. If only Newton did not stupidly refuse to meet Leibniz, what will we learn in our calculus? Newton should meet people from Open Source community. :D He had his reason but well, knowledge should be free (free in terms in Open Source).

2. The England society was kind of cruel to Leibniz by worshipping Newton. Literaly worshipping him, I guess, as of refusing knowledge from outside England. I believe Leibniz was free of plagiarism of Newton's work and I think two great minds working on the same subject can lead to the same discovery. I am particularly sad to know how Leibniz's life ended. Again, how ironic it is compared to Newton's.

3. This thing reminds me of Piaget and Vygotsky. If only they met. Hmm..., it's amazing now that we take internet for granted.

4. Open source against Microsoft? He he... Not exactly relevant. But the thought does cross my mind. :)

Summing up, these all are just some flashing thought of mine.
We can't change history. Even if we can, changing it will not necessarily lead to a better 'now'.
I wonder though....

Thursday, February 26, 2009

Sadness Management

Being sad is part of our life as human.
Sometimes we're sad, sometimes we're happy.
I am sad now, and am thinking of some cure.

It could be a talk with a good friend.
It could be strolling in a park.
It could be nibbling a pack of chocolate or whatever one's favorite food.
It could be writing down all your feelings.
It could be smelling fresh fragrant roses.
It could be shedding town some tears for some minutes.
It could be staring at the night sky.
It could be (window-)shopping in shopping streets.
It could be reading the Qur'an.
It could be standing outside and feeling the cold in your face.
It could be stroking your beloved cat while telling him/her your sadness.
It could be doing new (not necessarily crazy) adventurous things.
It could be praying to God.
It could be doing some gardening.

But maybe, maybe this next one will be the most effective cure of all.
It could also be reminding ourselves of life after death.
Sometimes we love this world too much and everything that goes against our wish sadden us.
Sometimes we love this world too much and all we could grieve about is what we fail to have.
Sometimes we love this world too much and forget that we have another world to face after death.

So let's just be sad for a while and then stop.
Especially when what makes us sad only matters while we're living this mortal world.

Now, I want to turn off all lights, open my window wide, lay on my bed, stare at the night sky, and be sad for a while..

Tuesday, February 17, 2009

Definisi "Macet"

Apa yang harus kita lakukan kalau pikiran "macet"?

"Cari tahu dulu penyebabnya", begitu mungkin kata anda.

Tapi bagaimana kalau saya katakan tidak ada penyebabnya?

Tiba-tiba saja pikiran kita macet. Bekerja sih, tapi tidak mau diperintah oleh pikiran sadar Anda.

"Tidak mungkin dong, macet tanpa alasan", anda mungkin berkata.

Dan saya tidak bisa menjawab, karena sebenarnya saya pun setuju dengan anda.

Pasti ada alasannya, hanya saja saya tidak tahu pasti apa. Atau tahu tapi pura-pura tidak tahu.

Entahlah.

Saturday, November 15, 2008

Visual Learners Vs Untidyness

I've been reading this stuff on learning styles when I came across this question :

"Are you distracted by untidiness or movement?"


Funny, I'm mostly a visual learner, however, untidiness never really distracts me...

I don't mind many things are scattered on my desk.

I wonder how this question regarding tidyness came up on the author's/researcher's mind.

Sunday, September 21, 2008

QUESTIONS

How would you feel if you keep repeating the same mistakes?
How would you deal with your bad habits?
How would you kill the feeling of being stupid for making another mistake?

Everyday we make decisions and choose our actions and react to circumstances.
What if you do it wrongly?

Will you punish yourselves?
Or simply forgive?