Saturday, March 12, 2016

Okra Goreng

Tahu tanaman Okra tidak?
Suka serial TV The Closer tidak?
Saya punya banyak tanaman Okra dirumah dan suka dengan serial The Closer.
Apa hubungannya, you might ask.

Jadi, sewaktu menonton salah satu episode The Closer, si Brenda tokoh utamanya menyebutkan Okra Goreng sebagai makanan khas kota asalnya. Si Brenda ini karakter berasal dari US bagian selatan, daerah dimana fried okra termasuk salah satu signature dish (hasil meng-google). Wah! Saya jadi semakin semangat memasak okra goreng.

Okra-okra di rumah selama ini kurang tergunakan. Tahu, kan, kalau Okra itu berlendir. Jadi butuh waktu untuk terbiasa memakannya. Sebenarnya, hasil dari WikiHow, saya sudah pernah menggoreng okra dan memang lumayan enak. Benar kata WikiHow, untuk pemula dalam mengkomsumsi Okra, okra goreng adalah yang mungkin paling cocok. Namun, episode the Closer ini membuat saya semakin semangat menggali resep-resep Okra.

Okra, I'll cook you good! :)

Tuesday, March 08, 2016

minta gendong

Kemaren sore aku memarahi F. Tidak membentak sih, tapi menolak sesuatu hingga ia menangis. I made him cry. On purpose. Tega, ya? Entah benar atau tidak, tp i meant to teach him a value. I second guess what i did now. After all, he is a little child. A baby.

Back to the tittle. Waktu nangis, F kupeluk sambil aku duduk. Aku brayun seolah2 lg gendong tp aku duduk. Pas udah reda nangisnya, malah minta gendong. Aku tolak. :( Ini mak yg ga tahan nggendong. :(

Dini hari ini aku marahi lagi. Nonton tengah malam. Ditunggu2 dah sampai 2 jam. Posisi sambil tidur. Marahlah daku. Membentak insyaAllah gak ya (menurutku, sih).. tapi stern voice lah. Ketahuan kalo lg marah. Tv ku matikan. Ngomel pake suara marah tadi. Menangislah si bocah lalu minta gendong. O why oh why minta gendong, pikirku.. si mak yg ga tahan nggendong pun menolak.

Aku peluk sambil tiduran, posisikan dia untuk tidur, gosok punggungnya lalu ga lama si F pun tertidur.

Skrg aku yg ga bs tertidur. Biasa, full of thoughts n regrets. Baru nyadar, dari 2 peristiwa nangis ini, si F minta digwndong itu artinya dia mau kepastian  kalau dia 'dimaafkan' oleh mamanya ini. Dia disayang oleh mamanya ini.

Hiks mewek deh. Maafkan makmu, anakku. I'll love you always and forever, son. Moga kamu juga begitu, sayangku cintaku.

Note: Tusdlisan ini dibuat tanggal 8 Maret, dan beberapa jam setelahnya aku menstruasi. Ya Allah, PMS toh, yang bikin tidak sabaran. :(

Thursday, April 30, 2015

On Weaning (with love)

So my baby boy F turned two yesterday. Since I have decided to wean him when F is two, weaning (with love) program is activated.
Why do i put the phrase 'with love' in brackets? It's because even though i wish i could do it the weaning-with-love way to wean F, i am willing to do the-sudden-weaning way, if i have to. You know, putting something red or bitter on your breast.
I really hoped I wouldn't have to do that. Weaning with love is still the goal. Thus, I have told F since a month ago that he could only nurse for a month. I told him when he blows a candle and is two years old, he is a big boy and big boy does not breastfeed anymore. F then complained, whined, and  cried. He did the same when I tried to wean him during the day. So, he still nursed actively till yesterday.

Naturally, I am worried if i really have to do sudden weaning. So last night, I lit two (regular) candles and ask him to blow it. He did, with big help from his dad. I was so anxious when it was time for bed. But alhamdulillah....., when he asked to nurse, I just reminded him that he is two, has blown the candles, and is a big boy.  I am a PROUD mama. Baby,... i love you so much.

Until  today, he understands when I refuse to nurse him. I hope this weaning with love thing is really succesfull. Aaamiin...

Note:
My heart broke a little when
  1. he asked for a hug before he managed to fell asleep. (Rubbing his body to get him to sleep took forever without breast-feeding)
  2. he was restless in his sleep. he rolled around and almost rolled to the floor. Thank god I somehow woke up and catched him in time.
  3. I refused his asking to nurse at 3.30 am and F asked for milk instead. I totally wanted to cry. I ended up nursing him (partially because my breasts were hard and hurting).

Thursday, March 12, 2015

22m

sdh bisa menggunakan kata dulu dan imbuhan -nya (bengkulu: nyo).
lucu sekali..
dan sudah bisa mengucapkan kalimat yang terdiri dari 5 kata.
misalnya: rid gi mah nenek dulu! (sambil bawa payung).. rid mamam si reng dulu (farid mamam nasi goreng dulu)
i said : dah mandi tingal mamam lagi, he said dah mandi nggal mamam gi.

gigi masih 8 bawah 6 atas. masih kurang banyak, sih.

toilet training masih bmau belum sukses, tp sekarang kl mau kencing, turun ke lantai dari kasur. Kl dibawa ke wc, sdh bs pup.

dah diajak pakai baju sendiri, celana sendiri. masih blm mau belajar.

dibelikan krayon, dah corat-coret dinding. :)

ternyata sukaaa nasi goreng. hehe

loncat kapan sih, seharusnya bisa? blm bisa si F.

suka teriak ma ek (bima x) dan mulai memukuli siapa aja. :P

Farid, I love you oh so much!
mmmuuuuuuaah

Saturday, May 31, 2014

My Mom is a Super Mom

Kurang lebih sebulan sudah kami pindah ke rumah sendiri. Farid, maminya dan baknya beserta tantenya resmi menghuni rumah baru kami.
Bagaimana perasaan Mami Farid?

Aaaaakkkk, I'm nothing like my mom. :( Ibu saya yang dulu beranak 4, susun paku, bekerja full-time sebagai guru dan di rumah tidak ada asisten rumah tangga hands-down merupakan seorang super mom. Beliau mampu mengurus keluarga besarnya itu sendiri tanpa pernah terlambat datang ke sekolah setiap harinya.

Ibu saya benar-benar sendiri lho. Mertua jauh di desa. Ibunya apalagi, lebih jauh lagi di propinsi yang berbeda. Tidak ada pengasuh. Baby-wearing jadi andalan tentunya. Ibu bercerita betapa saya (dan saudara saya juga pastinya) "dipakai" di punggung beliau dengan kain gendong. Bagaimana tidak. Pekerjaan rumah harus dikerjakan. "Tidak ada ceritanya ibu seperti kamu, yang menghabiskan waktunya dengan bermain dengan Farid. Mana ada waktu". Huhuhuhuhuhu... Ibuuu, I love you.

Sedangkan saya? Ahhhhh, maluuuuuuuuuu.... :'( Saya sekarang masih beruntung ada tante Farid yang bisa membantu mengasuh. Itupun saya masih keteteran untuk bisa datang tidak terlambat setiap pagi dan pekerjaan masak memasak beres. :((

Kacau banget, ya? Harus diperbaiki manajemen waktunya, nih. Baiklah, bulan kedua harus lebih baik. Apalagi tante Farid akan segera merantau sesudah lebaran. Pengasuh, pengasuh, dikau harus kucari kemana? TPA kah alternatifnya? Hiks...


Monday, May 05, 2014

Mengajar di SMA Favorit vs Mengajar di SMA (Sangat Tidak) Favorit

Dapat percakapan menarik hari ini tentang yang tersebut di judul post ini.
Saya bertanya ke guru yang sudah pernah mengalami mengajar di sma paling favorit ke sma yang biasa-saja-cenderung-bermutu-rendah.
Kebetulan saya dan beliau sekarang mengajar di sma yang sama, yang tidak favorit ini.
Ini rangkuman pembicaraan kami (yang terputus karena saya harus mengajar).

Sisi Negatif
 Ilmu sang guru mati jika mengajar di sma non favorit. Tidak perlu belajar lagi. Toh, para siswa tidak peduli untuk memperoleh ilmu. Guru tidak tertantang ataupun terpaksa belajar. Bye bye mengajar dengan media. Apalagi baca jurnal. Secara keilmuan, sedih deh... Pengembangan diri terhenti. Kasarnya, lama-lama jadi bodoh.

Sisi Positif
Nah, this one is really interesting. Sebenarnya, i heard it before. Bahwa kalau di sma non favorit, kedisiplinannya penegakan disiplinnya sangat kurang. Tidak perlu terbirit-birit di pagi hari agar tidak terlambat datang. Tidak ketat soal disiplin mengajar. Yang menarik adalah.... bahwa hal ini secara tidak langsung (atau langsung?) berkorelasi dengan penambahan anggota keluarga sang guru. he he. bingung?
Ada 3 guru di sma ini yang punya pengalaman mengajar di sma favorit dan non favorit dan guess what? Ketiga-tiganya hamil lagi setelah mengajar di sma ini. Mereka tidak lagi muda, lho.. hampir 40 dan ada yang hampir 50. Interesting, kan?
Sangat dong... terutama bagi saya yang masih dalam fase reproduksi dalam pernikahan saya (alias umur pernikahan masih muda, he he he).
Harus digarisbawahi tapi, ketidakdisiplinan bukanlah hal positif tentu saja. Yang saya anggap positif disini, positif bagi ibu-ibu guru yang hamil dan beranak kecil. Yang rawan terlambat. ha ha (Ibu saya yang supermom pasti protes, nih)

Ujung-ujungnya, saya pilih yang mana?
If I could choose, maunya di tempat dimana saya akan terus mengembangkan diri dong. Pengembangan diri jalan, fase reproduksi juga jalan. :)



Friday, April 04, 2014

Farid 11 bulan

Gigi sudah dua, tengah atas.
Jalan sudah mulai lancar. Kalau sebelumnya didorong-dorong supaya mau berjalan sendiri, sekarang hampir selalu berjalan sendiri. Masih belum berani dilepas tapi...... masih ngeri terjengkang ke belakang karena suka ngebuuuttttt.
Tegak sendiri dari posisi duduk sudah bisa, walaupun masih jarang. Mungkin belum terlalu pede. :)
Jongkok itu gampang. ;) Kalau mau memungut benda di lantai, Farid jongkok, bukan membungkuk. :)
Makan masih sedikit, masih malas ngunyah. Kalau kita makan, mau makan yang kita makan. Sepertinya perbanyak snack time aja, yah. Buah tapi, jangan biskuit. :)
Berat badan belum mencapai 10 kg juga sepertinya. hu hu hu... mengapa, sayang...
Tinggi badan bulan lalu 75cm. Konsisten di chart. Sip.
Pemarahnya seperti maknya. Jangan, sayang. Not sip. :P
Strong-willed seperti maknya. Sip tidak, ya? hihihi
Rambut tumbuh belum rata. harus dicukur lagi.

Apa lagi, ya?

Oya, sudah sangat sangat jarang ngompol waktu tidur malam! Yay ! Mau mulai mengajarkan Farid pipis di WC, ah..

Paham banyak dari apa yang kita ucapkan, hapal dengan label-label yang kita kenalkan. Misalnya, pohon celetup. Panen Celetup yuk, nak. Farid tau harus kemana. hahah.. Hari ini bahkan, tanpa disinggung, mau panen duluan begitu diajak ke halaman. haha.

Nanti di-update lagi ah. Sampai Farid ulangtahun (yang tak terasa sudah diujung mataaaaa)

Monday, March 24, 2014

Hello, World! A new me!

Wuih, postingan terakhir ternyata dibuat 2012. Postingan galau, pula. :)

Mau mulai rutin nge-blog lagi, ah. Ada perubahan penting dalam hidup, hence this post tittle: a new me! I am now a mom! My baby boy will be 11 months old in 5 days and he is the reason for this urge of blogging again.

Saya mau mendokumentasikan cerita si bujang. Biar dia (dan saya) bisa membacanya suatu saat nanti. :)
Perkenalkan ya, si bujang ini bernama Farid. Saya Mami Farid (Mami = indonesianya-mommy ya, bukan konotasi-konotasi yang melekat di kata mami) dan suami saya Bak Farid(cool, eh? :p hi hi).

Jadi, hello, world! I'm back as Mami Mak Farid! :)

P.S. in writing, i prefer 'mak farid' to 'mami farid'. :)

Saturday, September 22, 2012

Rindu kamu

Oleh Duo Maia

Hari ini ku terima kabarmu
Kau tanya apakah ku baik saja
Kau katakan kamu ingin ku pulang
Karena tak sanggup jauh dariku
Tapi ku takut tak bisa datang
Aku tak bisa pergi dan hanya ku bisa terdiam
Aku ingin pulang, ingin cepat pulang
Agar ku dapat bertemu kamu
Aku ingin pulang, ingin cepat pulang
Agar aku dapat, ku dapat memeluk kamu
Kau katakan kamu rindu padaku
Dan kau tak bisa sendiri di sana
Aku juga sangat rindu kamu
Ku juga ingin bertemu
Tapi ku takut tak bisa datang
Aku tak bisa pergi dan hanya ku bisa terdiam
Aku ingin pulang, ingin cepat pulang
Agar ku dapat bertemu kamu
Aku ingin pulang, ingin cepat pulang
Agar aku dapat, aku dapat memeluk kamu oooh
Tunggu aku sebentar lagi, ku pasti kan segera
pulang
Dan ku juga tak sanggup tanpamu
Berjanjilah kau simpan semua segala rindu dan
cintamu
Hanya untukku, diriku, buatku seorang
Aku ingin pulang, ingin cepat pulang
Agar aku dapat bertemu kamu
Aku ingin pulang ingin pulang, ingin cepat
pulang
Agar aku dapat bertemu kamu
Aku ingin pulang, ingin cepat pulang
Agar aku dapat, agar aku dapat
Agar aku dapat memeluk kamu, memeluk kamu

Saturday, August 11, 2012

Nasehat Nabi Luqman

Nabi Luqman memberikan beberapa nasehat kepada anaknya (surat Lukman ayat 16-19 ) dan ada satu nasehat yang membuat saya bergumam dalam hati, "Hmmmm.. Interesting..Why so? Supaya tidak menarik perhatian kah?"

Nasehat yang saya maksud adalah nasehat ke- 5 dari yang berikut ini:
1. Laksanakanlah shalat
2. Suruhlah manusia berbuat yang ma'ruf dan cegahlah dari yang mungkar
3. Bersabarlah terhadap apa yang menimpamu
4. Janganlah sombong dan angkuh
5. Sederhanakanlah dalam berjalan (Penjelasan di catatan kaki: jangan terlalu cepat dan terlalu lambat)
6. lunakkanlah suaramu

Kalau iya supaya tidak menarik perhatian, sepertinya tergantung pada lokasi dimana kita berada juga. Kecepatan berjalan penduduk bumi di berbagai negara, kan, berbeda. Jadi definisi terlalu cepat dan terlalu lambat juga menjadi hal yang relatif.
:)

Friday, July 15, 2011

Dealing with Unrequited Crush :drafted

It is 2015 and i am reviewing my posts, deleting the unclear and too personal rants. Then i found this old post  in draft and i thought i want to cherish this post. This determination. So here it is. oh, Fyi, i totally got over him.



Again, this is another diary entry. I wrote this so that one day I can reread and smile remembering my feelings at this moment. If Blogger doesn't ever suddenly delete this blog, that is. :)
----
Sad but yeah, recently I just have experienced having my first serious unrequited crush. Why serious? This time the feeling developed within my three weeks of being in the same space with him was quite deep and i've been having a hard time to get over it.

I even considered confessing to him so that I would get an outright rejection. Surely direct rejection will make me get over him, I thought.
One friend gave green light to this idea. Another friend not so much, because girls don't confess, you know. Boys do that, not girls. Some boys hate aggressive girls. When i explained that the purpose is as above, i.e. to get over him, she said reluctantly i could try. He he
Truth is, although i believe there is nothing wrong with girls confessing, I did not have enough courage to do it. Ha! I could not muster the strength to face a rejection. :D
Boys are much much better at coping with rejection than girls, I assume. That's why they're the ones who mostly do the confessing. He he.

Finally, after some three weeks from the last meeting with him, I posted this on my FB:
'will forget him tomorrow. I'm 90% over my unrequited crush so i think tomorrow my heart will be free.'
Or something like that. I don't really remember anymore the exact words and the post was deleted on the said tomorrow after serving its purpose.

I posted it to seal my promise to my self. If I tell people, i won't back down from the plan.

It worked. I am over him 99,9% now.
I'll just let the 0,1 % of the crush die through time. Time heals all wounds, right?
And he, my crush, had never shown any interest in me at all. No secretly-staring-at-me. No effort to talk to me. So my crush is a lost cause and I'm not that stubborn to hang on to a lost cause. :D
It'll die in no time. ;)

Thursday, June 09, 2011

Me and Differentiated Instruction

I've been practicing dancing a traditional dance with another four friends as a part of a culture night in a course for South East Asian teachers. (The course itself is about differentiated instruction for high school mathematics teachers.) Tonight, on our last rehearsal, it structs me that I am forcing my way of learning to my fellow dancers.

Tomorrow night is the culture night and we are still not coordinated well in several moves, especially the last one. I was a bit worried so in the afternoon before the rehearsal I analyzed the song in the last part and I've got the cue to the rhytm and tempo. In the rehearsal, we kept being discoordinated and I became a little bit frustrated. I then asked my 4 partners to practice the last part only, one by one, with me checking if their tempo is correct, starting from the best dancer in our group. When the turn went to the third friend, he could not keep the tempo right and i guess my voice tone betrayed my frustration. I also kept asking him to repeat and he kept saying that it's gonna be okay, he got it and refused to follow me, saying he'll just look at the other's movement as a guidance. Then I became more irritated.

I am sure my 4 friends realized that I was irritated because afterwards I just kept silent and just followed whatever they want to, for some time. In my silence, I calmed myself and suddenly realized that I was forcing them to learn the way I do. I was forcing them to take this thing as serious as I do. FYI, I do not really consider this cultural thing as a serious nor important thing. The problem is, I have spent considerable time on it so why wasted the time and effort? I agree with this: if something is worth doing, then it's worth doing well. I am also the kind of person who want to do my best if I have decided to do something. That is why, although it is not important, I want it to be done well. However, WHAT I'VE DONE IS WRONG in that I should not force them this way, just like I shouldn't force my students to work hard in mathematics.

It reminds me of the term reluctant learners. I have plenty of reluctant learners in my classes and from time to time I have sensed that I have been forcing them to work hard in mathematics. Being also the mentor of one science class of grade 11, I recall how frustrated I am with many reluctant learners there. These students are the better one yet they never want to give their best. Do you know what I've done? All this time, post returning home, I have been forcing them to work hard. I gave homeworks, assignment, extra work, and motivation but I failed. I fail to make them eager learners.

So what does this forcing thing have to do with differentiated instruction? Differentiated instruction is an approach where we take our students' differences into account in our teaching. Yet, what I do is forcing them to learn the way I am, and to do their best. I should have also taken their differences with ME (THE TEACHER) into account in developing lesson plans, not only differences between them (the students). This way, I'll be more happy and patient.

I still haven't done anything practical so far in this course so I'll get back to this differentiated instruction later. One thing I conclude so far, I think I should always consider the differences between me and students, regarding the learning styles, interest, and motivation, not only differences among the students.

I'll write a full reflection on Differentiated Instruction after this course ended.
P.S. I want to apologize to my 4 friends for being upset tonight. Sorry for tonight, guys.. Don't worry, I no longer care about how tomorrow night's performance will fare. Anyway,I am sure we'll do just fine. :)

Sunday, March 20, 2011

Enggan, bukan takut :)

Sejak pulang dari Amsterdam September lalu sampai sekarang, saya masih juga memilih naik angkot daripada naik sepeda motor (psst,blm punya mobil pribadi). Kata ortu saya, saya kehilangan keberanian. Namun menurut saya, saya hanya enggan. He he 1. Enggan tangan belang karena malas pakai sarung tangan. 2. Enggan panas. 3. Enggan harus ekstra hati-hati,tidak ada jalur khusus motor, he he . 4. Enggan mencemari udara, motor sudah terlampau banyak. Ingin saya, transportasi publik saja yang dibaguskan.
Konsekuensi keengganan ini cukup mahal sebenarnya, mobilitas terganggu, plus ongkos lebih. Sama seperti saat sepeda rusak di Amsterdam dulu. I feel stranded.
Terlebih lagi, kendaraan umum kita kan belum terjadwal.. Jadi lebih susah, deh..
Biarpun begitu, saya masih memilih untuk enggan. :-)

Sunday, January 02, 2011

Wishing for a (at least once) Happy Severus Snape

[Warning: if you haven’t read the 7th Harry Potter book and/or plan to watch the next/last movie, then avoid reading this because it contains a spoiler)

I’m on holiday and have been re-reading random parts of Harry Potter: The Deathly Hallow, for the n-th time. Yet, when I reach the part where Severus Snape died, I still screamed silently, “Nooooo! No!”. (heavy heart and teary eyes)

The thought that Snape had been always miserable in his life really makes me sad. He lacked care and attention in his family in his childhood. His love was one-sided. He lost his only friend (Lily, although it was mostly his own fault). Everyone but Dumbledore hated him and thought bad of him. He died sadly and tragicly. How can one be unhappy all one’s life? It’s not fair.

Yes, he had been evil (a death eater) before he taught in Hogwarts. But he repented, even if the reason was purely selfish. Yes, it was his own request that his protecting Harry Potter was to be kept as a secret. Nevertheless, I want him to at least have a happy moment in his life. You could not kill Snape, Ms. Rowling. Not when he never tasted any happiness in his life! And he was even no longer evil. :(

I know that Snape’s death is a plot device and that his name was in the end cleared and Harry Potter named his son after Snape. It means that every one finally knew that he was actually, let say, a brave hero. Still, it really bothers me that there is a person who was unhappy all his life. I want Snape to not die, and live in the world where people don’t hate him and start having peace.

Sigh, I don’t think I will ever stop feeling sad everytime I re-read about Snape’s end. Speaking of happiness, I end my first rant this year by wishing my self and you all a HAPPY, blessed and successful 2011.

Sunday, December 26, 2010

Ayo, ke stadioooon!

Dian : Saya rekomendasikan untuk menonton timnas live di stadion. :)
Ma-ir: No, thanks. Membayangkan ramainya saja sudah malas hehe. Ayuk (kakak) sih penggila bola :-)

Hmm, jawaban standar untuk yang tidak suka menonton pertandingan bola. Tapi kalau anda suka bola, menurut saya nonton bola live di stadion adalah pengalaman yang layak dicoba, apalagi kalau pertandingan babak final, timnas kita.

Atmosfirnya berbeda. Suara riuhnya bikin seru. Juga gerakan-gerakan masal saat menyemangati.

Saya tidak segila dulu, sih, soal menonton bola. Tapi kalau saya berdomisili di Jakarta, mau dong, nonton timnas main di final suatu kejuaraan, lawan Malaysia pula (Bukannya saya membenci Malaysia, hanya saja sepertinya ada kepuasan ekstra kalau kita mengalahkan tetangga satu ini ;-)).

Tapi ada syarat tambahan: tiket termahal sampai termurahnya bisa dibeli ONLINE. Kalau harus ngantri panjang berjam-jam, seperti kondisi saat ini, nggak dulu deh..
Dian says NO to standing for HOURS in a queue. :)

Saturday, December 11, 2010

Dian i m A: Memori Musim Dingin

Sedang musim salju sekarang di Amsterdam dan duh.. kangennyaaaa dengan Amsterdam. Tulisan ini dibuat untuk menjaga memori saya saja, supaya tidak lupa. ;)

Waktu tahun pertama di Amsterdam (2008), salju tidaklah berkesan. Kalau malam turun salju, keesokan paginya salju sudah mencair. Musim dingin tidak ditandai dengan pemandangan putih salju dimana-mana. Namun begitu, suhu udara tetap saja di bawah nol derajat. Kanal-kanal membeku dan bebek-bebek harus mengungsi ke kanal-kanal yang masih berair. Foto berikut ini foto favorit saya di musim dingin ini, diambil di jalan menuju Bijlmer Arena.


Saya ingat saya mengambil satu intensive course waktu itu (tiga kali seminggu) dan dengan nekatnya walaupun suhu -6 C saya tetap bersepeda ke kampus. Kalau dipikir sekarang, saya hebat juga. Ha ha.. Dari Diemen Zuid ke Amsterdam Central, lho. (Bergwijkdreef ke Roeterstraat)
Eh, dikoreksi, selain hebat, mungkin juga karena saya terpaksa harus berhemat. :p Sewa kamar waktu itu lebih dari separuh uang saku beasiswa.

Tahun kedua di Amsterdam, hujan saljunya serius! Saljuuuu! Cukup mengesankan saat menoleh dari jendela di meja kampus, warna bumi, pohon, dan langit hampir sama. Suatu ketika saya sepedaan ke taman dekat rumah, dan wah.. putih semua! Danau buatan di taman sudah cukup tebal kebekuannya sehingga bisa dilintasi dengan kaki. Anak-anak banyak yang bermain kereta dorong di danau beku ini dengan orang tuanya. Ini foto favorit saya di musim ini, diambil di hari yang sama saat saya melihat bumi, pohon dan langit hampir sama warnanya.



Kecantikan salju datang tidak cuma-cuma. Melainkan dengan penawaran ‘menyakitkan’ yaitu jatuh saat bersepeda. Saya sepertinya tiga kali jatuh dari sepeda.

Bersepeda di jalanan bersalju memang beresiko. Kalau saljunya masih baru, jadi masih seperti es serut, saya sama sekali tidak kuatir. Tapi kalau jalanannya sudah sering dilalui sehingga saljunya sudah menjadi seperti es batu, alamat licin dan terpelanting kalau tidak hati-hati.

Saya ingat waktu kejadian jatuh yang kedua. Jalan yang saya lewati sudah licin dengan es batu dan beberapa saat sebelum jatuh saya berpikir “Oh, no! Oh, no! Bakal jatuh, nih.” Memang ucapan (eh, pikiran) itu bisa jadi doa (sugesti), saya pun jatuh. Untung tidak terpelanting parah.
(Pelajaran: seharusnya kalau bersepeda dijalan yang licin seperti ini, sepeda harus dihujamkan kuat-kuat ke tanah lalu bersepedalah dengan cepat. Bule-bule yang melintas bisa tetap mbalap aja.) Untungnya jalan-jalan sepeda biasanya terbuat dari bahan khusus sehingga saljunya cepat mencair.

Lain lagi ceritanya dengan bersepeda saat hujan salju. Apalagi melawan angin. Salju menerpa ke muka jadi bisa menghalangi pandangan saat bersepeda. Menarik juga sih sebenarnya, kalau hujan saljunya tidak terlalu parah. Salju yang hinggap di mulut dijilat saja. (he he, jorok!)

Anyway, musim dingin tahun kedua ini sepertinya lebih dingin dari tahun sebelumnya. Di musim ini, mata saya selalu iritasi setelah bersepeda lama. Kulit pun menjadi ekstra kering. Selain itu, apartemen saya hanya memiliki satu pemanas di ruang tamu. Di kamar, dapur, dan kamar mandi tidak ada. Pemanas ruangan elektrik kecil yang saya beli untuk dikamar tidak begitu hangat, tapi lumayan membantu. Brrr...

Ah, sedang musim dingin lagi di Amsterdam. I m A...

Sunday, November 21, 2010

Dari 'Alim kembali Jahil

Bisa tidak, seseorang yang ‘alim menjadi kembali jahil? Alim dan jahil yang saya maksud disini bukanlah dalam artian berpengetahuan dalam Islam dan sebaliknya. Namun lebih ke makna alim = berilmu dan jahil = tidak berilmu/ignorant, meskipun dalam konteks makna keduanya, jawaban pertanyaan di atas tetaplah iya.

Kalau seorang yang alim berada di lingkungan yang jahil, si alim perlu sistem pendukung yang bisa konsisten menjaga, menumbuhkan, dan membagi kealimannya. Facilities. Fasilitas yang bisa dipakai untuk menggerakkan perubahan. Partners in crime. Rekan2 sevisi yang bersama-sama merencanakan dan menjalankan misi perubahan. Cheerleaders. Para penyemangat yang mendengarkan resah dan menjaga nyala api semangat agar tidak padam. And faith. Alasan yang membuat si alim percaya suatu perubahan diperlukan dan dapat terwujudkan.

Jika salah satu komponen hilang, keletihan cepat atau lambat akan mendera. Kita mungkin berpikir bahwa tanpa yang pertama, fasilitas, it’ll be just fine. We’re the idealist. We’ll create the facilities! Kemudian para idealis ini pun berjuang mendapatkan fasilitas yang diperlukan. Akankah berhasil? I don’t know. Tergantung banyak hal. Satu hal yang saya yakin, tidak jarang para idealis ini akan menemui dinding tinggi atau tersandung lalu terjatuh.

Kalau si alim tidak memiliki partners in crime.... Ugh, is this the worst scenario? Bergerak sendirian bukan hanya tidak efektif, tapi juga sangat melelahkan. Kalau tanpa fasilitas, kita seperti grup yang mencoba membuat jalan di hutan, maka tanpa partners in crime kita seperti seorang yang berlari di jalan yang sepi, buruk dan terjal. Lebih cepat melelahkan. Si alim di kasus ini harus menjadi pionir. I wonder, can EVERY one be a pioneer? Can’t one just tell his/herself “Oh, I can’t do this alone. I’ll just come back later when there is someone open-minded here”?

Oke, saya mau berhenti sekarang. Tidak usahlah kita bahas kalau cheerleaders dan atau faith yang hilang. Garis besarnya, kalau tidak mempunyai sistem pendukung, si alim bisa kembali menjadi jahil. Menyerah dan mengikuti arus. Yang berhasil menjaga kealimannya adalah pertama, mereka yang berjiwa idealis dan seorang pionir. Para alim yang juga berjiwa pemimpin dan atau nabi yang piawai mempengaruhi. Atau............kedua, mereka yang keluar dan berlari ke lingkungan lain. Those who simply fly to a better land.

Monday, October 25, 2010

Kan Sudah Bayar

Ini cerita yang saya rasa banyak terjadi tapi masih perlu usaha terorganisir dan konsisten untuk bisa memperbaikinya.

Siang ini, Dian mampir ke salah satu mobil penjual buah.
Dian : Jeruknya berapaan, pak?
Pedagang jeruk pun sigap mempromosikan kemanisan jeruk itu dan memberikan satu buah sbg sampel. Ternyata memang manis dan Dian pun memutuskan membeli. Memilih jeruk sambil memegang sampah dr sampel jeruk tadi merepotkan jadi saya tanya ke penjual, ada tempat sampah nggak.
Pak : Buang disini aja. (menunjuk ke jalan)
Dian : Lha, ya jangan.
Pak : Buang aja, gak papa. Kan sudah bayar.
Dian : Iya ya? (tapi bahasa tubuh Dian jelas-jelas menunjukkan ketidaksetujuan akan praktek buang sampah di jalan jadi akhirnya si bapak memberikan kantong plastik kecil yg sepertinya memang sdh diisi sedikit sampah)

Dian ingin berujar, "Nah, kan, bisa di kantong plastik aja. Walaupun sudah bayar, bukankah jalan akan dibersihkan di sore hari nanti saat semua orang pergi? Lantas apa sepanjang hari kita harus rela melihat pemandangan tidak sedap: sampah berserakan di jalan?"
Tapi yang namanya Dian, msh harus belajar utk menjadi assertif. Ujaran di atas hanya terucap dalam hati, tapi who knows, mungkin si bapak bisa sedikit mengerti. :)

Wahai saudara sebangsaku, begitu beratkah bertanggung jawab atas sampah sendiri? Beratkah menahan utk menyimpan sementara sampah permen dll dlm tas, bukan dibuang lewat jendela angkot?
Nggak kan, yaaa. We are responsible people! Eh, iya kan? ;)

Tuesday, October 19, 2010

Jakarta: Hari 1 dan 2

Terimakasih ke Mandala, dengan tiket promonya, saya akhirnya bisa ke Jakarta dengan biaya pp 96 ribu rupiah. Murah sekali, kan? Alhamdulillah, kalau begini ongkos membawa laptop dell saya ke authorized dell service center tidak melebihi ongkos mengganti hardisk (gratis, sih, krn msh garansi, tp kalau nggak, kan...).
Berhubung, service-nya butuh 4-5 hari, berarti saya bisa jalan2 dong di Jakarta. Walaupun tidak ideal karena sendirian (baca: tidak ada yang memotretkan), saya anggap saja ini kali kedua saya travelling sendirian, setelah Amsterdam-Antwerpen. Oke, cukup pendahuluannya, mari ke acara hari pertama. :)

Hari pertama, Minggu : Dufan
Setelah zuhur, saya dan adik saya berangkat ke Dufan. Kami mengira akan kurang ideal karena sudah kesiangan. Namun begitu, di ujung hari, saya rasa beberapa jam hari itu sudah lumayan. Kami mencoba atraksi niagara, rumah miring, hysteria, rumah boneka, boatswing kora kora, halilintar, rajawali, bianglala, dan terakhir journey to the center of the earth.

Best Attraction
The boat swing! Kita duduk di kapal yang tempat duduknya (sekitar 40)dibagi menjadi dua sisi yang saling berhadapan. Lalu kapalnya diayun dengan kecepatan dan ketinggian yang meningkat secara bertahap. I laughed till I cried while we were swinging. Mungkin karena kedua kubu (separuh2) saling menyoraki saat sedang di atas, pengalaman ini jadi seru. Mungkin juga karena ketinggiannya bertahap, jadi antisipasi otak akan sensasi 'berada di ketinggian' lebih membuat mendebarkan. Mungkin juga karena ini atraksi kedua yg saya coba setelah hysteria, saya sudah tidak lagi memejamkan mata most of the time saya berada di ketinggian (Note: Hysteria memang lebih tinggi, tapi sebentar sekali). Yang pasti lebih baik dari Halilintar, yang untuk saya yang tidak tinggi, pengaman kursinya membuat kepala saya terantuk kekiri dan ke kanan. Sakiiit!! :(

Least Interesting
Bianglala. No adrenalin rush. No outstanding height. No speed. Cuma mutar2 saja. Melihat-lihat pemandangan. Untuk view from the top, lebih baik rajawali saja, atau hysteria (walaupun yg hysteria ini hanya 'sekejap' saja). Di rajawali, tempat duduknya satu orang satu, jadi lebih leluasa juga menikmati view-nya.

The Scariest
Tornado jelas-jelas yang paling seram dan for some, paling seru. Setelah dari rumah miring, kami ke kompleks lokasi tornado dan melihat mereka yang sedang mencoba. Benar- benar seram dan seru! (iya, seru, utk ditonton. Ha ha) Mereka diputar, digantungkan terbalik, berkali-kali. Saya dan adek sudah siap mau mencoba (tdk perlu antri karena atraksi ini lumayan sepi). Namun hujan turun, dan jujur, when the rain stopped, I have already lost my gut to try it. No, tengkyu, deh. Next, please. :p

Worth Mentioning
Journey to the Center of The Earth lumayan. Paling tidak untuk yang belum pernah mencoba film tiga dimensi. Pengunjung duduk di kursi menghadap layar lalu serasa ikut aktor yang di layar meluncur ke dalam bumi. (Note: guncangan kursi menjelang film berakhir terasa sangat kuat sampai membuat sangat tidak nyaman untuk saya. Kalau adik saya, tidak ada masalah)

Untuk Kali yang Lain
Arung Jeram! Setelah journey of the center of the earth dan sholat maghrib, sudah terlalu gelap utk mencoba arung jeram. Walaupun ada pengunjung niagara yang berbagi info bahwa air di arung jeram kotor dan bau, saya masih ingin mencoba wahana ini.

Hari Kedua
Hari kedua misi utama saya mengantarkan laptop saya ke Dell center. Setelah itu, cuma wandering ke mall kurang karuan (yang mau dibeli sedikit, waktu yang mau dibunuh banyak). Misi utama kedua saya, membuat itinerary yang akan dikunjungi. Hasil meng-google kata kunci 'yang dilihat di Jakarta' membawa saya ke satu situs travel yang keren. Ini nih: jengjeng.matriphe.com. Dari sini, saya putuskan saya mau ke pelabuhan sunda kelapa dan kebun binatang ragunan dengan pusat primata sebagai highlight ragunannya. Dari hasil nggoogle situs lain, memang pelabuhan sunda kelapa cukup bagus, tapi setelah hidung beradaptasi dengan bau pasar ikan-nya. He he.
Jadi, itinerary saya cuma ragunan dan sunda kelapa kali ini. Sisanya shopping atau silaturahmi saja. :)

Tuesday, September 28, 2010

Mulok: (I will make it) My Own Course :)

I have decided to accept to teach a subject called Mulok (Muatan Lokal = Local Load) for two classes of social science stream in a high school where I am working. Hesitating at first, now I am really excited.
The subject Mulok is supposedly a subject that is unique to each school, each community, and/or each area all over the country. Herewith comes the word ‘local’. However, in some schools this subject is not organized or planned well that many times students ended up doing something not really educative to their mind. In my school, for example, students ended up doing some school-cleaning activities. (Maybe my colleagues will disagree with me but I’m so against this way of teaching Mulok. Cleaning? Oh, come on!)
At first, actually I hesitated to say yes to teaching Mulok. Afterall I am a math teacher and I want to focus on the teaching of mathematics. I have already declined teaching the subject ICT. But then the thought that I can do, to some extent, any ideas I have in mind became appealing. What do I want to do with the students in this course? A problem solving course? An interdisciplinary course? A mathematical modelling course? Some open, montessori-like course? A writing course? A farming course? I am TOO excited now.
I would not be surprised if the social stream science students will complain if I decide to do some mathematically-flavoured course . :) Then how about a photography course? A cooking course? Ha ha.. I am kidding. I am selfishly forcing my own interests now, ;) although these two ideas might be really fun! LOL.
Therefore, I’ll decide to write regularly (weekly) of what I do with this course in my other blog, the one that I’ve created for sharing my experiences in teaching mathematics (supposedly but it is pretty much empty now). However, I will write in my language, Bahasa Indonesia, so that hopefully more fellow Indonesian teachers  will be able to read it and comment or criticize my course. It will be exported to this blog and eventually to Facebook Notes. If you have any ideas on what to teach in this subject or you want to share how your school does this subject, just comment below.
Zoooooooooooooo, tot later!