Sunday, August 30, 2009

Nyang Enak di Belanda (1)

Si Bioa, teman Dian satu desa nun jauh di sana, suatu hari bertanya.
Bioa : "Yan, apa enaknya tinggal di Belanda?"
Dian : "Enak, Bioa. Bisa lari pagi buta tanpa kuatir dikejar anjing."
Bioa : "...." (terdiam dengan wajah yang seolah berkata,"please, as if THAT is important")

He he he...
---------------------------------------------------------------------
Terinspirasi komentar temen yang menyinggung tentang anjing. :D :P

Saturday, August 22, 2009

Muslimah disini

Euforia Ramadhan saya cukup tinggi tahun ini sampai-sampai saya sharing tradisi bermaafan kita menjelang Ramadhan ke teman2 internasional.
Saya juga sempat berkata ke salah satu teman non muslim disini beberapa hari yang lalu, kurang lebih begini,
"Indonesia itu tempat terbaik untuk muslim!"

Iya kan, Indonesia itu surga untuk para muslim.
Pendapat ini mungkin bias, karena saya toh cuma punya pengalaman di satu negara ini, selain Indonesia tercinta.
Tapi dari apa yang saya baca dan dari perbincangan dengan teman muslimah dari negara lain, saya percaya Indonesia paling nyaman untuk muslim.

Bepergian kemanapun bebas kapan saja, tidak perlu menjadwalkan keluar di waktu antara shalat, karena masjid dan mushalla ada dimana-mana, bahkan mall.

Bisa mampir ke hampir semua restoran tanpa kuatir makanannya halal atau tidak.

Kebebasan memilih untuk taat atau tidak, misal bebas memilih memakai jilbab. (Mungkin banyak yang tidak setuju, alias ingin kalau jilbab diwajibkan. Kalau menurut saya, yang ini harusnya peraturan wajib dalam keluarga. Ortu yang harus meneladankan lalu mewajibkan, tidak perlu negara.)

KeTIDAKbebasan untuk melakukan maksiat dahsyat :), misalnya minum alkohol, obat-obatan,dan pergaulan bebas.

Muslimah tidak terdiskriminasi, boleh beraktivitas seproduktif dan sekolah setinggi langit.

Atmosfir Ramadhan yang begitu ngangenin.

Kemudahan belajar Islam. Kita hampir selalu diingatkan "lingkungan" untuk menjadi muslim yang baik.

Nah, bagaimana dengan disini?
Not that bad..
Tentu, hampir semua hal dari daftar diatas tidak ditemukan disini.
Tapi, selain tidak terdengarnya suara azan 5 kali sehari, muslim bisa beribadah dan menunjukkan identitasnya dengan bebas disini.
Jilbab dan sebagainya tidak dilarang.
Sholat dimanapun orang nggak peduli. Yah, nggak dimanapun "dimanapun" sih, tapi kurang lebih kita bebas untuk nyari tempat kosong di gedung atau di taman, terus gelar sajadah dan sholat.

Banyak imigran muslim (maroko, Turki) disini, jadi bahan makanan halal gampang dicari.

Banyak orang Indonesia, jadi pengajian-pengajian komunitas Indonesia tidaklah begitu susah dicari.

Mungkin perbedaan yang paling terasa adalah, menjaga keimanan dan meningkatkan keislaman haruslah menjadi usaha mandiri dan teratur.
Sangatlah mudah menjauh dari Islam disini, karena toh,tidak ada yang peduli.

-----------------------
A'dam 22-08-09
Menunggu waktu sahur.

Sunday, August 02, 2009

Teori Relativitas pada Hubungan antar Manusia

Ada banyak hal di dunia ini dimana relativitas berlaku.
Saya rasa salah satunya adalah hubungan antar manusia.

Pertama, hubungan pertemanan.
Si A yang berteman dekat dengan si B atau C, akan memasang kacamata relativitas untuk memandang temannya si B atau C.
Betapapun jahatnya atau buruknya si B atau C, kacamata relativitas tadi akan menjadikan hal tersebut tak terlihat di mata A.
Walaupun B atau C berlaku jahat atau bergosip terhadap teman lain (yang tidak termasuk teman dekat), sebutlah D, kacamata relativitas tadi juga akan mendorong si A untuk memihak B atau C.
B atau C bisa dibilang sempurna di mata A.

Kedua, hubungan cinta.
Well, walaupun saya belum punya bukti empiris pribadi, he he ;), kurasa kalimat : "Kalau jatuh cinta, tahi sapi serasa coklat" ada benarnya.
Cinta akan memasang kacamata relativitas di muka "korban"nya. (ha ha, kok korban ya? Awardee, deh ;))

Ketiga, hubungan benci.
Ketika seseorang dilukai orang lain, pun rasa sakit dan luka itu akan memasangkan kacamata relativitas di muka orang tersebut.
Dia menjadi mampu untuk mencari sejuta hal yang menunjukkan keburukan orang yang melukainya.
Padahal, semasa hubungan mereka baik-baik saja, misalnya (terlepas dari apakah mereka pernah berteman), aku yakin hampir semua dari sejuta hal tersebut sama sekali tidak nampak buruk.
Kacamata relativitas membuat dia buta (atau paling tidak mentolerir) hal tersebut, tapi di situasi berbeda, menonjolkan semua hal tersebut.

---------------------------------

Saya sedang kecewa berat sekarang terhadap seseorang, yang saya anggap teman.
Jadi contoh ketiga sedang berlaku pada saya.
Saya menulis teori relativitas di hubungan antar manusia ini, karena saya tidak mau membiarkan luka dan kecewa saya memasangkan kacamata relativitas itu di muka saya.
Na-a, no way.
Sempat terpasang, tapi saya bisa berkata sekarang, saya berhasil melepaskannya.
Sekarang, Alhamdulillah.

I won't be a horrible person just because someone did horrible things to me.
Forgiving for me always take time, but eventually I'll do that.